Tak Ada Lagi Ujian Nasional Untuk Kursus

on Rabu, 01 Juli 2009

"Mulai tahun 2009 ujian nasional kursus sudah tidak lagi dilaksanakan. Sebagai gantinya adalah uji kompetensi. Pelaksananya tidak lagi pemerintah tapi Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK)"

Tingginya angka pengangguran menjadi persoalan pelik yang mesti diatasi pemerintah. Ini terjadi karena sempitnya lapangan kerja dan minimnya kompetensi yang dimiliki para pencari kerja. Untuk itu lembaga pendidikan nonformal seperti kursus memiliki peranan yang penting dalam upaya mengentaskan pengangguran. Tidak heran bila lembaga kursus kini menjadi solusi. Bagi para pencari kerja, mengikuti kursus bisa menjadi pilihan untuk memasuki pasar kerja. Sebab selama ini sudah terbukti kalau lembaga kursus memiliki program untuk memberi bekal/kompetensi yang memenuhi standar dunia usaha. Direktur Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, Ditjen pendidikan Nonformal dan Informal Departemen Pendidikan Nasional, DR. Wartanto, MM, dalam pemaparanya pada acara kegiatan Harmonisasi Program dan Kebijakan Pembinaan Kursus dan Kelembagaan di Bogor beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa dalam pengembangan pembangunan pendidikan itu berdasarkan pada tiga pilar, yakni pemerataan dan perluasan akses, peningkatan mutu relevansi dan daya saing serta penguatan tata kelola akuntabilitas dan pencitraan publikasi.

Untuk itu Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan tidak henti-hentinya melakukan pembinaan terhadap lembaga kursus yang ada. Salah satunya yakni mengembangkan standarisasi, akreditasi dan sertifikasi serta penguatan kemampuan lembaga PNF. Tidak ketinggalan juga melakukan peningkatan mutu lembaga kursus di pedesaan dan perkotaan. Hal ini seiring dengan amanah yang diemban dalam Pasal 26 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk lebih jelasnya, dalam pasal 26 UU No. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pedidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Selanjutnya dalam ayat berikutnya juga disebutkan bahwa pendidikan nonformal meliputi Pendidikan Kecakapan Hidup, Pendidikan Anak Usia Dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, pendidikan lain kemampuan peserta didik .

Oleh karena dalam pemaparannya Wartanto mengatakan berbagai kebijakan, program dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kursus dan pelatihan juga telah diluncurkan Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan. Tujuannya tak lain agar lembaga kursus dapat menyiapkan lulusan yang benar-benar memiliki kompetensi agar siap bekerja dan berusaha. Hingga tahun 2008 lalu misalnya, Direktorat pembinaan Kursus dan Kelembagaan telah melaksanakan berbagai program kursus. Diantaranya yakni Kursus Para Profesi, Kursus Wirausaha Kota dan Kursus Wirausaha Desa. Untuk ketiga program ini telah menyerap sebanyak 79.000 peserta kursus. Sedangkan untuk tahun 2009 ini ada Kursus Keterampilan Kreatif dan Desa Vocasi yang ditargetkan dapat menyerap 159.000 peserta kursus. Selain itu juga telah dicanangkan Program Kemitraan dengan Menegpora. Melalui program ini akan dibentuk KUPP (kelompok Usaha Pemuda Produktif), Kewirausahaan pemuda melalui lembaga kepemudaan dan Kewirausahaan pemuda melalui Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP3).

Dalam melakukan pembinaan Kursus, Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan juga menyiapkan lembaga kursus yang profesional untuk mengikuti akreditasi dan penilaian kinerja, sertifikasi kompetensi lulusan kursus dan penguatan organisasi kursus dan pelatihan sebagai mitra pemerintah.

Untuk Pendataan dan Penilaian kinerja kursus Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan akan melakukan pendataan dan penilaian terhadap kinerja Lembaga Penyelenggara Kursus (LPK). Melalui kegiatan ini diharapkan dapat memperoleh data lengkap mengenai kondisi LPK berskala internasional, LPK berskala nasional dan LPK berskala propinsi serta LPK berskala local. Selain itu melalui kegiatan ini juga dapat diperoleh data lengkap kinerja LPK, baik itu yang menyangkut kondisi umum LPK, program layanan, jumlah wajib belajar yang dilayani dan prestasi yang dimiliki LPK.

Sedangkan untuk meningkatkan mutu dan daya saing, Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan tengah menyusun kebijakan Uji Kompetensi. Adapun dasar hukum penyelenggaraan uji kompetensi ini merujuk pada Pasal 61 ayat 3, UU No 20 Th 2003. Disana disebutkan bahwa sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yg diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifi kasi. Tak hanya itu, dalam pasal 89 ayat 5, PP no 19 Th 2005 juga disebutkan bahwa sertifikat kompetensi diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi mandiri yang dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui Pemerintah sebagai tanda bahwa peserta didik yang bersangkutan telah lulus uji kompetensi. Sementara dalam pemaparannya Kepala Subdit Peningkatan Mutu Kursus, Yusuf Muhyiddin menjelaskan bahwa untuk meningkatkan mutu lembaga kursus perlu adanya standarisasi dan akreditasi. Semula akreditasi menjadi pekerjaan Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan. Namun setelah terbentuk Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal tugas itu sudah diserahkan ke badan tersebut. Dengan begitu yang mengakreditasi baik program maupun lembaga atau satuan pendidikan non formal adalah Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal.

Dalam paparannya Yusuf Muhyiddin menjelaskan bahwa dalam pendidikan ada beberapa standar, seperti standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar sarana dan prasarana, standar pendidik dan tenaga pendidikan, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan.

Pengembangan standar pendidikan tadi itu menjadi tugas Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Anggota BNSP ini diangkat oleh Menteri Pendidikan Nasional. Hanya saja masalahnya selama ini BSNP memiliki keterbatasan, seperti tenaganya terbatas tetapi ruang lingkup tugasnya luas. Oleh karena itu pihaknya juga menyiapkan berbagai berbagai rancangan standarisasi. Seperti menyiapkan standar kompetensi lulusan. Draf rancangan standarisasi itu akan dibahas bersama dengan BSNP. Selanjutnya finalisasinya diserahkan kepada BSNP untuk diserahkan ke Menteri dan ditetapkan sebagai Keputusan Menteri Pendidikan Nasional. Seperti diketahui, sebelumnya lembaga kursus memang telah mengikuti ujian nasional kursus. Bahkan ujian nasional kursus telah ada sebelum ujian nasional sekolah. Yusuf menuturkan kalau pihaknya telah menyelenggarakan ujian nasional kursus sejak tahun 1978.

Dengan begitu hingga tahun 2008 lalu sudah tiga puluh tahun Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan menyelenggarakan ujian nasional kursus, namun sejak tahun 2008 lalu, ujian nasional kursus diakhiri. Hal ini karena setelah dilakukan pengkajian terhadap amanat Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, ternyata ujian nasional kursus sudah kurang sesuai lagi. Sebab ujian nasional pada waktu itu sertifikasinya dalam bentuk ijazah. Sedangkan ijazah menurut UU Sistem Pendidikan Nasional dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, adalah sertifikasi untuk pendidikan dasar, menengah dan tinggi pada jalur pendidikan formal.

Atas dasar kajian tersebut, sertifikasi untuk kursus lebih tepat dalam bentuk sertifi kat kompetensi. Dengan demikian ujian nasional dialihkan dari ujian nasional kursus dengan sistem yang lama beralih ke uji kompetensi. Uji kompetensi ini akan lakukan mulai tahun 2009. Sekalipun begitu tak bisa dipungkiri kalau banyak kalangan yang masih mengharapkan agar ujian nasional kursus jangan dihentikan. Tapi masalahnya perlu menyesuaikan dengan berbagai peraturan perudangan yang ada dengan mengubahnya menjadi uji kompetensi.

Sejatinya, ada perbedaan antara ujian nasional dengan uji kompetensi. Ujian nasional penyelenggaranya adalah pemerintah. Sedangkan uji kompetensi penyelenggaranya adalah lembaga sertifi kasi yang dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui pemerintah. Selain itu uji kompetensi juga bisa diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. Artinya bila lembaga kursus sudah mendapat status terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal maka lembaga tersebut berdasarkan undang-undang bisa menyelenggarakan uji kompetensi secara mandiri oleh lembaga yang bersangkutan dengan standar lembaga yang bersangkutan, sedangkan uji kompetensi yang akan dikembangkan bersama dengan lembaga sertifi kasi adalah uji kompetensi yang berstandar nasional.

Selain itu menyiapkan standar tadi, Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan juga memfasilitasi terbentuknya Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) dan Tempat uji kompetensi (TUK). Tidak hanya itu pihaknya juga menyiapkan pelatihan master penguji uji kompetensi dan penguji uji kompetensi. Master penguji itulah yang nanti melatih calon penguji. Sedangkan untuk pengembangan proses pembelajaran Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan juga menyusun bahan ajar, standar kompetensi kelulusan dan kurikulum berbasis kompetensi. Tidak hanya itu, Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan juga mengembangkan kerja sama yang berkaitan dengan pengembangan sertifikasi baik yang berskala nasional maupun internasional.

Di era globalisasi ini memang tidak hanya membutuhkan pengembangan program yang berstandar nasional tapi juga yang berpotensi untuk dikembangkan pada skala internasional. Sementara mengenai tempat uji kompetensi yang bisa dijadikan tempat uji kompetensi ada beberapa kreterianya. Salah satunya yakni harus relevan dengan bidang keahlian yang diujikan ditempat itu. Jadi tempat uji kompetensi itu tidak hanya di lembaga kursus atau lembaga pelatihan, tapi juga bisa disekolah kejuruan atau perguruan tinggi maupun industri.

Lantas bagaimana prosedur untuk melakukan uji kompetensi? Yusuf dalam pemaparannya menjelaskan bahwa peserta didik kursus dan mereka yang belajar mandiri mendaftarkan diri terlebih dahulu ke Tempat Uji Kompetensi (TUK) untuk menjadi peserta uji kompetensi. Selanjutnya TUK mendaftarkan peserta uji kompetensi dan mentransfer biaya ujian ke LSK. Kemudian LSK menugaskan penguji untuk melakukan uji kompetensi di TUK. Setelah itu penguji menguji dan menilai ujian teori dan praktek uji kompetensi. Hasil penilaian dan rekomendasi penguji diserahkan ke LSK. LSK memverifikasi hasil dan dokumen penilaian untuk menetapkan kelulusan.

Pada tahap selanjutnya LSK meminta blanko sertifikat uji kompetensi kepada Dit. Binsuskel sejumlah yang lulus. Dit. Binsuskel mengirimkan blanko sertifi kat kompetensi ke LSK. Setelah itu LSK melakukan penulisan sertifikat kompetensi. Sertifi kat dicatat dan dicopy, asli dikirim ke TUK. Selanjutnya TUK mengumumkan hasil uji kompetensi, dan menyerahkan sertifi kat kepada yang lulus. Dalam pelaksanaan uji kompetensi ini dimonitoring oleh Dit. Binsuskel dan Disdik Provinsi maupun Kabupaten dan Kota.

Untuk membentuk Lembaga Sertifi kasi Kompetensi (LSK)juga tidak mudah. Ada sejumlah syarat yang mesti dipenuhi. Yakni LSK dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui Pemerintah, memiliki rancangan AD/ART untuk ditetapkan dalam Akte Notaris, memiliki struktur organisasi dilengkapi curiculum vitae calon pengurus, memiliki alamat sekretariat yang tetap dan memiliki program kerja. Sedangkan untuk pengakuan LSK, organisasi profesi mengajukan permohonan pengukuhan LSK dibentuknya ke Mendiknas c.q Dirjen PNFI. Selanjutnya Ditjen PNFI meneliti dan memverifi kasi dokumen. Setelah diverifikasi, Dirjen PNFI menetapkan pengukuhan LSK. Selanjutnya LSK harus melengkapi pedoman pengujian dan penilaian, alat dan bahan penilaian uji kompetensi, rencana Standar Kompetensi Lulusan, penguji, dan TUK yang akan menjadi bagian dari LSK.

Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) memiliki struktur organisasi, yakni Ketua, Sekretaris , Bendahara dn ketua bidang. Sedangkan masa kepengurusan LSK setiap periode adalah 3 tahun dan dapat dipilih kembali satu periode berikutnya. Untuk melancarkan pelaksanaan tugas dan fungsi LSK harus memiliki kantor atau sekretariat LSK yang tidak digunakan sebagai tempat tinggal dan fasilitas kantor. Tidak ketinggalan dalam menjalankan tugasnya minimal memiliki 2 orang staf sekretariat yang bertugas membantu pengurus LSK untuk menangani kegiatan harian. *(Tim INFO KURSUS)


Sumber: Tim Info Kursus (http://www.pnfi.depdiknas.go.id/news/20090430215644/Tak-Ada-Lagi-Ujian-Nasional-Untuk-Kursus.html)

0 komentar:

Posting Komentar